SELAMAT DATANG DI LIFE STYLE.com

Senin, 20 Desember 2010

HIPERSENSITIVITAS

HIPESENSITIVITAS
DEFINISI

Hipersentivitas yaitu reaksi imun patologik,terjadi akibat repon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Pengaruh yang tidak menguntungkan dari proses imun menjadi dasar dari banyak penyakit pada manusia dan dapat mengganggu setiap sistem organ yang penting. Perubahan karakteristik pada reaktan imun yang memberikan kunci diagnosa yang penting menyertai banyak keadaan sebagai akibat atau peristiwa yang paralel. Gangguan pada proses pengawasan ini dapat menyebabkan reaksi imun yang berlebihan atau yang tidak semestinya. Kebanyakan penyakit terjadi bila mekanisme hipersentivitas tipe cepat dan lambat yang normal bersifat melindungi terganggu atau gagal berkembang biak secara normal.

TIPE HIPERSESITIVITAS
Seperti yang telah disebutkan diatas reaksi hipersentivitas dibagi dalam dua golongan berdasarkan kecepatan timbulnya reaksi yaitu
1. Tipe cepat (immediate type, antibody-mediated)
Pada tipe ini respon muncul sekitar dua puluh menit setelah terkena alergi.
2. Tipe lambat (delayed type,cell-mediated)
Pada tipe ini respon muncul satu hari atau lebih setelah terkena alergi.
Adanya perbedaan waktu disebabkan perbedaan mediator yang telibat. Jika reaksi hipersensitivitas tipe cepat melibatkan sel B, reaksi hipersitivitas tipe lambat melibatkan sel T. Selain itu jenis reaksi hipersentivitas dibedakan menjadi 4 jenis reaksi dan kemudian ditambah 1 jenis lagi reaksi yang lain. Reaksi tipe I,II,III dan V didasarkan reaksi antara antigen dan antibody humoral dan digolongkan dalam jenis reaksi tipe cepat, meskipun kecepatan timbulnya reaksi mungkin berbeda. Reaksi IV mengikutsertakan reseptor dan permukaan sel limfosit (cell mediated) dan karena reaksinya lambat disebut tipe lambat (delayed type). Kelima jenis reaksi tersebut adalah tipe I Anafilaksis, tipe II cytotoxic, tipe III complex-mediated, tipe cell-mediated (delayed type), tipe V stimulatory hypersensitivity. Selanjtunya akan dibahas tentang spesifikasi konsep penyakit Anafilaksis.
SPESIFIKASI ANAFILAKSIS
DEFINISI
Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyai efek farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut. Selain itu dikenal pula istilah reaksi anafilaktoid yang secara klinis sama dengan anafilaksis, akan tetapi tidak disebabkan oleh interaksi antara antigen dan antibodi. Reaksi anafilaktoid disebabkan oleh zat yang bekerja langsung pada sel mast dan basofil sehingga menyebabkan terlepasnya mediator.
ETIOLOGI
Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular. Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa ular, semut, dan sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal sebagai penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur dan udang.




PATOFISIOLOGI
Anafilaksis terjadi sebagai akibat dari interaksi antigen-antibodi ( golongan IgE ).IgE ini melekat pada permukaan sel basofil dan mastosit. Setelah kontak dengan alergen, basofil dan mastosit mengeluarkan mediator : histamin, SRS-A, kinin, ECF-A. Mediator-mediator ini memberi efek farmakologis : mengaktivasi mediator-mediator lain dan refleks-refleks sehingga terjadi gambaran klinis anafilaksis.Alergen dapat masuk tubuh melalui hirupan, suntikan, per oral, maupun inokulasi.Alergen dapat berupa :
a.Bahan-bahan untuk pengobatan :
1.Antibiotika ( Penicillin )
2.Zat putih telur asing( insulin, ACTH, serum heterolog, ATS, ADS, SABU).
3.Ekstrak alergen ( untuk uji kulit dan imunoterapi ).
4. Darah dan komponen-komponennya.
5. Cairan ( Dekstran )
6. Dan lain-lain.
b. Makanan, misalnya buah-buahan, susu, telur, ikan, kacang.
c. Bahan-bahan untuk diagnostik ( media kontras ).
d. Sengatan/gigitan serangga ( lebah ).
e. Dan lain-lain
KOMPLIKASI
1. Obstruksi jalan napas bagian atas ( sembab larynx )–> Pasang pipa endotracheal atau tracheostomi.
2. Obstruksi jalan napas bagian bawah ( asma ) –>Beri : Aminofilin, Hidrokortison, Terbutalin atau pasang ventilator.
3. Renjatan berkepanjangan :
4. Beri cairan intravena NaCl 0,9% atau koloid.
5. Kadang-kadang perlu diberi Adrenalin intravena dengan dosis 1 ml larutan 1 : 10.000 dengan sangat hati-hati. Cara membuat larutan : 1 ml larutan 1 : 1000 dilarutkan dalam 10 ml NaCl 0,9%.
6. Kadang-kadang perlu diberi obaobat vasopresor, seperti Norepinephrin, Metaraminol, dan Dopamin.
7. Bila renjatan belum membaik, ukur CVP.
8. Bila tekanan <> 12 mm Hg, beri Isoproterenol.
9. Pemantauan ECG.
10. Jantung berhenti :
• Lakukan pijat jantung.
• Beri napas buatan.
• Beri NaBic.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang dapat menolong untuk membedakan kasus yang luar biasa atau menilai penatalaksanaan yang sedang dikerjakan. Pemeriksaan darah lengkap dapat menemukan hematokrit yang meningkat akibat hemokonsentrasi. Bila terjadi kerusakan miokard maka pada pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan peninggian enzim SGOT, CPK (fosfokinase kreatin) dan LDH (dehidrogenase laktat).
Foto toraks mungkin memperlihatkan emfisema (hiperinflasi) dengan atau tanpa atelektasis. Pada beberapa kasus dapat terlihat edema paru. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) bila tidak terjadi infark miokard maka perubahan EKG biasanya bersifat sementara berupa depresi gelombang S-T, bundle branch block, fibrilasi atrium dan berbagai aritmia ventrikular.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis anafilaksis ditegakkan secara klinis. Perlu dicari riwayat penggunaan obat, makanan, gigitan binatang atau tranfusi. Pada beberapa keadaan dapat timbul keraguan terhadap penyebab lain sehingga perlu dipikirkan diagnosis banding. Pada reaksi sistemik ringan dan sedang diagnosis bandingnya adalah diagnosis banding urtikaria dan angioedema
Bila ditemukan reaksi sistemik berat harus dipertimbangkan semua penyebab distres pernapasan, kolaps kardiovaskular dan hilangnya kesadaran, antara lain adalah reaksi vasovagal dan serangan sinkop, infark miokard, reaksi insulin, atau reaksi histeris.
Reaksi vasovagal dan serangan sinkop sering terjadi sesudah penyuntikan. Pada keadaan ini nadi teraba lambat dan biasanya tidak terjadi sianosis. Walau tekanan darah menurun biasanya masih dapat diukur. Pucat dan diaforesis merupakan hal yang sering ditemukan.
Infark miokard disertai gejala yang menonjol seperti sakit dada dengan atau tanpa penjalaran. Kesukaran bernapas terjadi lebih lambat dan tanpa emfisema atau sumbatan bronkial. Tidak terdapat edema atau sumbatan jalan napas atas.
Reaksi insulin yang karakteristik adalah lemah, pucat, diaforesis dan tidak sadar. Tidak terjadi sumbatan jalan napas ataupun distres pernapasan. Tekanan darah biasanya sedikit menurun. Reaksi histeris tidak disertai bukti distres pernapasan, hipotensi atau sianosis. Parestesia lebih sering dari pada pruritus. Sinkop dapat terjadi tetapi kesadaran cepat kembali.
PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan renjatan anafilaktik, urutan tindakan perlu diperhatikan.
1. Adrenalin 1 : 1000 dengan dosis 0,01 ml/ kg BB, subkutan ( maksimal 0,3 ml ).
2. Pasang tourniquet pada bagian pangkal dari tempat masuknya alergen ( gigitan serangga, suntikan obat ).
3. Beri Adrenalin 0,1 – 0,3 ml subkutan pada tempat masuknya alergen bila alergen telah diberikan / masuk secara subkutan.
4. Bila perlu pemberian Adrenalin dapat diulang setiap 15 – 20 menit.
5. Beri zat asam dengan nose prong atau sungkup 2 – 3 L/menit.
6. Beri Diphenhydramin 2 mg/ kg BB intravena atau intramuskular, dilanjutkan dengan 3 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis.
7. Pasang infus dan beri NaCl 0,9%. Bila terjadi hipotensi atau tekanan darah tidak terukur, beri NaCl 0,9% 20 – 40 ml/ kg BB dalam 1 – 2 jam.
8. Bila perlu tambahkan plasma atau cairan ekspander lain 10 – 20 ml/kg BB dalam 1–2 jam.
9. Pemberian Kortikosteroid :
1. – Hidrokortison 4 – 7 mg/ kg BB secara intravena, dilanjutkan dengan 4 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi dalam 3 – 4 dosis selama 24 – 48 jam, atau
2. – Metil prednisolon 1/5 dosis hidrokortison, atau
3. – Deksametason 1/25 dosis hidrokortison.
10. Beri Aminofilin bila ada tanda-tanda obstruksi jalan napas bagian bawah ( asma ) dengan dosis 7 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 – 20 ml NaCl 0,9% secara intravena dalam waktu 10 – 20 menit, dilanjutkan dengan 9 mg/ kg BB dibagi 3 – 4 dosis.
11. Bila nadi dan tekanan darah sudah stabil, infus diganti dengan Dekstrose 5% dalam 0,45% NaCl 1 – 1,5 kali kebutuhan rumatan.
Evaluasi
Yang penting dievaluasi adalah keadaan jalan napas dan jantung. Kalau pasien mengalami henti jantung-paru harus dilakukan resusitasi kardiopulmoner.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar